5 Mar 2011

Adventure in Concrete Forest of Jakarta! Chapter 2!


heya readers!!!

akhirnya telah sampailah kita pada chapter 2 di kisah petualangan gue yang berjudul:

Adventure in Concrete Forest of Jakarta!

Now on it's 2nd Chapter!

oke! buat yang belum baca silahkan baca dulu yang chapter 1 biar nyambung hahahaha.
dan buat yang udah gak sabar dan terus menunggu-nunggu, apalagi sampai kepikiran dan gak bisa tidur (?) inilah ceritanya!

Terminal TransJakarta Kampung Melayu ini terbagi dua, yang sebelah kiri itu untuk rute menuju Senen, dan di sebelah kanan itu rute menuju tempat lain. Jadi gue segera pergi ke salah satu "dermaga" di terminal. Dermaga ini sepi, jadi gue bisa dengan mudahnya pergi ke ujung terdepan, sehingga kalau busnya datang nanti gue bisa cepat-cepat masuk dan memilih tempat yang enak, hehehe. Setelahnya gue berdiri diam menunggu.

Gue memerhatikan kondisi sekitar. Di sekitar bagian luar terminal ada tanah sedikit berpasir. Ada beberapa anak-anak jalanan dengan pakaian hitam bermain-main kelereng sambil tertawa-tawa, membuat pasir-pasir tersebut tersebar di udara. Supir angkot yang mengantri dengan sabar, walau antriannya amat sangat panjang. Tukang asongan yang berjuang menunggu pelanggan dengan peluh. Bahkan sekali lewat juga seseorang berkemeja yang tidak memiliki lengan bagian bawah. Seharusnya sesekali orang-orang elit pemerintahan naik TransJakarta agar mereka melihat pemandangan seperti ini.

Kira-kira 5 menit gue tunggu busnya. Tapi tetap saja belum datang-datang juga. Dermaga sudah makin ramai. Disebelah gue ada ibu-ibu yang terbilang muda sedang membaca buku. Seakan-akan rangkaian tinta yang membentuk kata-kata di buku itu dapat membuat bisu suara kesibukan kota dan mengubahnya menjadi panorama indah dalam deskripsi sastra. Ibu tersebut begitu tenang. Lalu gue juga melihat ada remaja, yang gue pikir adalah mahasiswa, sedang bercanda dengan teman-temannya.

Dan kemudian, 10 menit! Gue mulai mencoba mencari aktivitas baru. Akhirnya gue memilih untuk mendengarkan musik. Alunan orkestra pemuda beraliran rock alternative di headphone gue langsung menyamarkan suara di sekitar. Semua terdengar kecil dan kalah. Sembari mendengarkan, gue juga melihat-lihat sekitar lagi.

Beberapa menit kemudian, bus yang ditunggu-tunggu akhirnya tiba. Kini dermaga telah penuh. Dibelakang gue, yang tadinya sepi, mendadak jadi penuh dengan orang-orang yang kelihatan puas akan kedatangan bus berwarna abu-abu tersebut.

Ketika pintunya sampai didepan muka gue dan terbuka, gue langsung menyergap masuk dan memburu tempat duduk yang nyaman. Dari dermaga sebelah juga telah memulai penyergapan. Orang-orang memasuki bus itu dengan derasnya. Segera gue klaim satu tempat duduk. Dan dalam waktu puluhan detik, bus yang tadinya kosong telah penuh. Beberapa detik kemudian, roda mulai berputar kembali. Bus berjalan keluat terminal kemudian berbelok ke jalan raya yang mengarah ke Matraman, meninggalkan terminal Kampung Melayu yang elegan. Kini bus itu melaju membelah kesibukan di daerah sekitar Jatinegara.

Headphone masih terpasang di kepala gue. Waktu itu jam 12:15. Playlistnya terasa cocok dengan perjalanan. Didepan gue, orang-orang berdiri sambil berpegangan dengan handrail. Penuh, sangat penuh, hingga gue bahkan jadi tidak bisa melihat jendela besar didepan gue. Formasi tempat duduk bus mirip dengan formasi angkot, ada dua baris tempat duduk yang posisinya saling berhadapan, sementara ditengahnya tempat orang-orang berdiri. Sedangkan diujung belakang bus juga ada tempat duduk yang posisinya menghadap depan.

Saking penuhnya bus itu, ketika gue sekilas melihat dan mengetahui bahwa gue telah sampai dekat Matraman melalui jendela di belakang gue, gue tidak bisa melihat Gramedia Matraman yang megah itu karena jendela didepan gue tertutup banjir manusia.

Dua terminal dari terminal Senen Central, gue mulai bersiap. Melepas headphone dan menghentikan musik, kemudian berdiri. Beberapa detik kemudian, tempat duduk bekas gue segera ditempati. Akhirnya tak berapa lama tibalah gue di stasiun Senen Central.

Dari Senen Central, gue langsung menyebrang lewat jembatan ke cabang terminalnya. Karena dari cabang terminal ini gue akan menuju Harmoni. Di jembatan layang ini, terlihatlah panorama pemandangan Senen. Ada Pasar Senen yang gedungnya terlihat kuno tapi bersih. Kemudian di sebelah lainya terdapat gedung bioskop Mulia Agung Theater yang kuno dan kelihatan tak terurus. Sepertinya bioskop itu kalah perkembangannya dengan bioskop lainnya. Bahkan ada film yang sudah sangat lama dirilis masih diputar, yaitu City of Ember. Mungkin dulu, sewaktu umur bioskop itu masih muda, bioskop itu adalah tempat favorit tongkrongan anak muda, salah satu dari sekian banyaknya bioskop di Jakarta.

Jalanan di Senen lancar. Setelah sampai di terminal cabang, gue segera naik bus yang akan menuju Harmoni Central Busway. Bus itu kini datang dengan cepat, tidak seperti bus sebelumnya yang perlu ditunggu. Bus kali ini juga sepi. Jadi, gue bisa mendapat tempat duduk yang nyaman lagi. Lalu berangkatlah bus itu, kini melaju menuju Harmoni.

Jalanan siang itu lancar. Jam 12:45, seinget gue. Bus yang berwarna abu-abu juga ini tiba di Harmoni dengan cepat dan selamat. Terminal Harmoni Central Busway yang biasanya sangat padat pun siang itu tergolong sepi.

Lalu gue segera menuju "dermaga" yang membuka pintu menuju Koridor 8. Koridor 8 adalah jalur TransJakarta dari Harmoni ke Lebak Bulus. Beberapa terminal sebelum terminal ujung Lebak Bulus adalah terminal Pondok Indah. Itulah target gue.

Tetapi pembagian dermaga ini belum teratur. Dermaga ini harus dibagi dengan pintu menuju koridor Pulo Gadung. Pembagiannya pun tidak rapi. Pintu menuju dermaga itu dibagi menggunakan tali. Beberapa orang juga mengantri dengan kebingungan, termasuk gue. Sebelum memasuki dermaga itu, gue memastikan dulu dengan bertanya kepada petugas. "Iya, ini Lebak Bulus," jawabnya. Tetapi anehnya, ketika bus yang datang gue tanyai, petugas di bus berikutnya itu menggoyangkan tangannya. Gue jadi bingung. Tetapi kemudian gue lihat ada tali pembatas. Di ujung dermaga sebelah kanan itulah tempat orang-orang yang akan ke Lebak Bulus mengantri.

Setelah mengantri, ada seorang lelaki yang kelihatan begitu terburu-buru. Ia menyalip orang-orang yang sedang mengantri dengan sesekali melempar kata-kata "Sori". Kemudian ketika bus berikutnya datang, dia segera menanyakan ke petugasnya, "Lebak Bulus?". "Iya, ini ke Lebak Bulus Pak," jawab sang petugas. Tanpa menunggu lagi orang tersebut masuk, diikuti oleh teriakan pemberitahuan dari sang petugas, "Lebak Bulus! Lebak Bulus!". Yang mengantri kini melaju masuk.

Bus ini sepi. Sekali lagi gue bisa duduk. Suasananya begitu nyaman dan sejuk, diluar ada panorama kota yang indah diterangi siang yang cerah. Jam 1 siang.

Awalnya gue duduk di salah satu barisan. Tetapi gue memutuskan untuk duduk di bagian belakang. Rupanya memang lebih nyaman. Kita bisa dengan bebas melihat-lihat pemandangan sekitar. Tidak seperti tempat duduk yang menghadap ke samping. Selain itu, penyejuk udaranya juga lebih sejuk. Rasanya benar-benar nyaman. Bahkan, ditengah perjalanan orang disebelah gue tertidur!

Perjalanannya cukup panjang dan lama. Seseorang sempat menanyai gue tentang Mall Taman Anggrek. "Mas, maaf mas, kalau mau turun di MTA di terminal apa ya?" ujar ibu-ibu muda yang menanyai gue. Sejenak gue mencari-cari apa itu MTA. Akhirnya gue ingat, Mall Taman Anggrek. Gue masih tergolong jarang sekali kesana ketika itu. Jadi gue menjawab saja seinget gue, "Pluit". Orang tersebut kemudian berdiskusi sebentar dengan orang disebelahnya. Kemudian gue lanjutkan, "Hmm, atau tanya saja ke petugasnya," kata gue. Kemudian orang tersebut mengucap terimakasih dan bertanya ke petugas. Beberapa menit kemudian gue baru sadar kalo gue tadi salah bicara! Seharusnya gue jawab "Slipi" bukan "Pluit". Tapi ibu-ibu tersebut sudah bertanya, dan kali ini gue bebas dari tuduhan tindakan menyasarkan orang lain, hahahaha!

Kemudian, sempat juga di bus itu masuk 3 orang. 2 orang berbaju kuning dan satu lagi berbaju merah. Kedua orang yang terdiri dari laki-laki dan perempuan yang kira-kira berusia 25-28 tahun ini menggunakan kaos kuning dengan logo majalah "XY Kids!" terpampang di torsonya. Kemudian mereka menggunakan kartu "Press Card" yang dikalungkan. Sepertinya mereka sehabis tugas meliput. Pria yang berbaju merah juga sepertinya mengenakan kartu itu dan sepertinya pula ia adalah wartawan. Tapi baju merahnya belum begitu jelas menunjukkan dia berasal dari majalah mana. Ketiga wartawan itu terlihat ramah dan baik.

Awalnya, gue mau menyapa mereka dan mengajak mereka bicara. Karena, gue sempat berlangganan majalah XY-Kids! selama hampir 5 tahun. Tapi gue urungkan niat gue. Sepertinya mereka juga mau turun di PIM. Kemudian gue melanjutkan city-viewing.

Sesekali bus melewati berbagai pemandangan yang sangat bagus. Seperti misalnya, di salah satu fly-over yang melompati suatu sungai, terlihatlah lautan perumahan yang kebanyakan kumuh disekitarnya. Yang spektakuler adalah, di ujung cakrawala perumahan kumuh itu terdapat deretan pegunungan gedung-gedung. Seperti terlihat jurang kelas sosial di pemandangan ini. Luar biasa. Mungkin lain kali gue akan bawa kamera supaya bisa men-shot pemandangan spektakuler ini, hahaha.

Setelah itu juga kadang melewati ruko-ruko mewah. Kemudian melewati mall Gandaria City yang arsitekturnya luar biasa. Tak berapa lama kemudian, terdengarlah pengumuman, "Halte berikutnya: Pondok Indah Satu...". Segera gue bersiap. Kelihatan juga ketiga wartawan tersebut bersiap. Setelah berdiri, terlihat jelaslah kaos merah dari pria wartawan non-XY-Kids! tersebut. Rupanya dari majalah "Mombi".

Akhirnya gedung megah Pondok Indah Mall terlihat juga setelah bus keluar dari terowongan pendek. Bus berhenti di terminal yang juga memiliki tangga langsung untuk masuk ke mall. Gue, ketiga wartawan dan mungkin orang-orang lainnya pun turun. Akhirnya sampai juga. Siang itu sangat terang, jam 1:30.

Ternyata perjalanan dengan TransJakarta cukup memakan waktu.

Setelahnya, gue memasuki mall dan yang pertama tentu saja, mencari tempat sholat. Seandainya gue berangkat lebih siang lagi, mungkin saja bahkan gue gak mendapatkan waktu buat sholat. Karena transportasi ini memakan waktu.

Kemudian, gue memesan tiket filmnya. Harga tiketnya setengah dari harga biasanya. Ini karena hari kerja. Kemudian, sambil meluangkan waktu gue makan dulu. Setelah itu baru gue memasuki studio.

Film The King's Speech memang pantas memenangkan piala Oscar. Filmnya sangat dramatis dan baik sekali. Sinematografinya canggih, begitupun akting dari para pemerannya. Setelah menonton film ini, ada perasaan menggelora di hati gue. Film yang sangat bagus.

Selesai menonton, sudah jam 4 sore. Gue mengkalkulasikan, seandainya gue pulang jam segini, jalanan mulai macet, dan gue bisa kemaleman. Apalagi, gue bisa kehilangan kesempatan sholat maghrib. Kalau begitu solusinya adalah.... gue memanggil supir gue untuk menjemput gue. Hahaha!

Ternyata supir gue sedang berada di kampus kakak gue. Setelah dinegosiasikan, akhirnya supir gue akan menjemput gue, dan barulah kemudian setelahnya menjemput kakak tercinta. Lalu gue pun menunggu kedatangannya.

Setelah kira-kira 1 jam, akhirnya tiba. Kemudian gue pulang dengan mobil pribadi. Ternyata benar, jalanan macet. Cukup parah. Setelah itu barulah mobil melesat menjemput kakak gue. Dan setelahnya, gue pulang dengan pengalaman yang seru.

TransJakarta memang suatu sistem transportasi yang nyaman. Dengan harga tiket yang hampir sama, atau bahkan sama, dengan bus kota, kita bisa mendapatkan fasilitas transportasi yang mewah. Sayangnya, sistem ini masih tergolong lambat. Karena itu, sebaiknya kita tidak menggunakannya untuk mengejar target waktu dalam berpergian. Namun, untuk transportasi tur cukup baik, karena nyaman dan murah. Selain itu, dalam "petualangan" seperti ini, kita tidak mengejar target waktu yang begitu "mengancam" kita, kecuali bila memang ada rencana khusus, atau karena mengejar jadwal film pada jam tertentu, atau alasan-alasan lainnya. Seharusnya yang diterapkan adalah MRT atau Mass Rapid Transit. MRT dapat berupa kereta cepat bawah tanah ataupun yang lainnya.

TransJakarta masih menggunakan bus. Kecepatan maksimalnya hanya 60 km/jam. Selain itu, TransJakarta berbagi jalur dengan pengguna mobil pribadi. Sehingga, apabila terkena macet, TransJakarta ikut jadi korban. Walaupun sistem pembagian jalur sudah ada, namun memang di beberapa titik hal ini tetap terjadi, salah satu faktornya adalah karena di beberapa titik, jalur busway digabungkan dengan jalur biasa. Atau juga bisa karena berbagai faktor-faktor lain. Selain itu, kapasitas satu bus yang cukup terbatas bila dibandingkan dengan banyaknya penumpang yang membanjir.

Bagaimana dengan MRT? MRT menggunakan jalur sendiri. Misalnya kereta bawah tanah. Kereta ini bisa melaju sangat cepat, bahkan bisa sampai lebih dari 120 km/jam! Ini berarti dua kali lebih cepat daripada TransJakarta. Selain itu, penggunaan jalur sendiri menyebabkan sistem ini lebih rapi dan cepat. Kapasitasnya pun sangat besar, bahkan bisa menampung puluhan hingga ratusan orang sekali angkut.

Terlihat sudah, bahwa MRT memang jauh lebih unggul dari TransJakarta. Sistem TransJakarta yang terlihat seperti terburu-buru untuk diwujudkan kelihatan kacau dan kurang teratur. Seharusnya Pemda DKI menerapkan sistem yang lebih canggih semacam MRT. Padahal, bisa kita lihat bahwa uang hasil korupsi yang bermilyaran itu dapat membangun suatu sistem MRT. Sayang sekali.

Suatu saat nanti, walau terlambat, mungkin Jakarta akan memiliki MRT yang membuluh-darahinya. Kelak, warga Jakarta tak perlu khawatir akan kemacetan atau keterlambatan. Dan akhirnya, jalan raya yang membuluh-darahi Jakarta akan mulai bersih dari kolesterol kemacetan. Transportasi umum yang bagus, rapi dan teratur lama-kelamaan akan sangat potensial membuat orang enggan menggunakan kendaraan pribadi. Kita tunggu saja, kapan waktu itu. Semoga saja secepat mungkin....

Oke, segini dulu post gw! Thx 4 reading! Don't be shy to comment! Hehehehe!

Cya later!!!!!!!!!!!