16 Mei 2014

This happened today.

Setelah sebulan (beneran literally sebulan) libur dan nggak ke SMA 81 tercinta, akhirnya hari ini gue kesekolah lagi. Agendanya sebenernya cuma satu, simpel, ngumpulin buku "sumbangan" (alias buku yang wajib dikasih ke perpustakaan untuk bisa ngambil ijazah) sama temen gue Aji. Gue sama Aji udah berburu buku-buku dari booklist yang dikasih sama perpustakaan dua hari yang lalu dan man, they're hard to find. 

Included in the list are (with my personal predictions of the story) :
 Teenlit: Ramalan Fudus Ororpus (Cerita tentang ramalan raja setan Fudus yang mau nguasain dunia, tapi ditambahin dengan bumbu-bumbu percintaan cheesy ala teenlit antara si Ororpus jago tarot sama mantan pacarnya yang konsultasi sama dia)
 Teenlit: Dark Love (Cerita tentang dunia yang mati lampu)
 Teenlit: Dengerin dong, Troy! (Kisah epos! Sebetulnya berkisah tentang perang Troya, tapi bedanya ini Achilles dan teman-temannya anak SMA dan Paris itu anak SMA swasta yang nyulik Helen. Instead of kuda raksasa, mereka kyknya bikin motor bebek 2-tak raksasa buat diselundupin ke SMA swastanya Paris.)

....and the list goes on and on with 90% teenlits.

Di Gramedia MM Bekasi yang udah cukup besar buat menampung buku-buku lama pun kita cariin itu buku-buku nggak ketemu-ketemu. Akhirnya kita secara desperate nongkrongin rak teenlit buat nyari-nyari buku. Ya. Diliatin. Hmm waktu itu kita juga lagi semangat nyari dan saking semangatnya ampe nanyain ke staf Gramed "Mas, kalo teenlit yang judulnya Princess in Me ada ga?". At that point, maybe that poor staff has questioned our sanity...

But! Pada akhirnya gue dapet buku yang sebenernya bagus banget, karya Yoris Sebastian, Time is More Valuable than Money, satu-satunya buku motivasi/psikologi yang ada di list tersebut. Aji akhirnya menemukan buku metropop yang berjudul Just the Three of Us setelah dibantu 3 staff. Tiga. Staff. Buat. Nyari. Buku. Tersebut. And yes, I know, that probably Bill Withers is starting to sing in your head...just the three of us...

*end of prologue*

Oke, kembali ke hari ini. Intinya gue dan Aji siap mengumpulkan buku ke perpustakaan sekolah.

And it was a good, sweet day, being back at school. Just hanging around, laying down in the school's podium, (And I saw the presidential plane flew overhead. Very lucky, while I just read the news of its controversy a few days ago) greeting teachers (God, how I miss them!), giving and receiving special Salutes (this made my day), etc etc. But cannot last long for that I have to catch the try out for SBMPTN right after Friday prayers.

Jadi setelah ngumpulin buku, nongkrong-nongkrong di kantin, memberi salam khusus dan lain-lainnya, gue dan Aji pergi ke masjid Muhajirin dekat sekolahan. Di Muhajirin banyak temen-temen gue yang jumatan disitu karena bimbelnya deket. Akhirnya kita jumatan. And here goes the silly part...

Gue sedang memakai sepatu bersama teman-teman pasca jumatan dan tiba-tiba gue melihat seseorang yang familiar lagi pake sepatu di tangga masjid. Itu Mohammad Rizqi, temen gue yang sekarang kuliah di FKUI. Agak mengejutkan sih karena gue gak nyangka dia jumatan jauh-jauh bgt. Tapi gue agak ragu sekilas karena kok dia sekarang chubby bener ya. Tapi kami udah saling tatap-tatapan mata dan gue bakal ngerasa gaenak kalo ga nyapa so, well. Gue samperin dia.

"Rizqi? Rizqi kan? Apa kabar lo?" sapa gue sembari ngejabat tangan dia.

"Hai hai! Iya, baek-baek hahaha lo gimana?" jawabnya. "Lo siapa ya namanya? Duh gue lupa...."

Gue kaget. Semudah itu kah Rizqi ngelupain orang? Padahal baru ketemu sekitar 5 bulan yang lalu.

"Gue Radhiyan, Radhiyan. Ah masa lupa sih," kata gue. Mungkin emang otaknya kebanyakan dijejelin materi kedokteran ampe lupa kali ya, ah biarin. Mungkin "Radhiyan" ketuker sama "Ramus profondus nervi radialis" di otaknya yang emang udah pusing-pusing jd yawdah lah ya.

"Gimana kuliahan?" tanya gue.

"Lancar-lancar, hahaha, lo gimana?". Di detik ini mulai ada kejanggalan. Suaranya Rizqi kok ngebass ya. Padahal biasanya rada tinggi mendekati cempreng...

"Ya gitu, biasa lah sekolah haha. Gimana lo di Depok?" tanya gue (setelah tiba-tiba inget kampus FKUI dipindahin dari Salemba ke Depok)

"Hah? Depok? Gue nggak di Depok kok..." jawab Rizqi. Atau...pseudo-Rizqi??? Yap this is it man, I need to get out.

"Oh gitu haha yaudah. Gue cabut dulu nih. Salam buat anak-anak yak!" kata gue sembari nepuk bahunya, sok ngebro. Dan buru-buru pergi.

Gue kumpul-kumpul sama temen-temen gue dan langsung bilang "Let's get out of here". Setelah gue tanyain sama temen gue yang namanya Aji juga, (dia paskib, satu ekskul sama Rizqi) emang dia juga ngakuin mirip bgt, dari tinggi badan, kacamata, potongan rambut sampe jerawatnya pun sama. Tapi ternyata bukan Rizqi...

Ya. Well that kind of things happen. Dan ketika Rizqi yang bukan Rizqi itu pergi, dia ngeliatin gue terus-terusan. Bukan, bukan naksir. Tapi mungkin bertanya-tanya "What on Earth just happened???".
Mungkin dia doppelganger. Ya. Dia doppelganger...quite possibly.